Saya
akan mencoba menceritakan kisah yang menurut pengalaman saya menginspirasi bagi
diri saya, dan mungkin juga bisa menginspirasi orang-orang yang membaca dan
mendengarkan penuturan kisah saya ini.
Nama saya Yanilia Vertiwi Hutauruk, teman-teman biasa
memanggil saya dengan panggilan Nila. Saya adalah orang berdarah batak, yang
kebetulan tinggal di tanah sunda. Seperti orang-orang batak pada umumnya, kedua
orang tua saya adalah perantau yang kemudian memberanikan diri membuka usaha di
kota orang. Sambil mengadu nasib, kedua orang tua saya secara tidak sengaja
berjodoh dan akhirnya menikah hingga mempunyai keturunan yang bisa dibilang
tidak menghargai salah satu program pemerintahan, yaitu program KB yang
berbunyi “dua anak cukup, lelaki ataupun perempuan, sama saja”-hehe. Mengapa
saya bilang begitu ? Bisa kalian bayangkan di abad ke-21 ini, dalam kemerdekaan
Indonesia yang sudah memasuki 69 tahun, di tahun 2014 ini, masih saja ada orang
tua yang berpikir bahwa banyak anak, banyak rejeki dan orang tua saya salah
satunya. Oke, langsung saja kita memasuki cerita saya berikut ini.
Saya adalah anak ke-3 dari 7 bersaudara. Terkadang, saya
malu untuk mengakui bahwa saya 7 bersaudara, karena saya sering sekali
dilecehkan oleh beberapa guru saya pada waktu saya SMA. Tapi sekarang saya
sadar, guru-guru saya mungkin hanya iri, karena orang tua saya adalah orangtua
yang sangat keren menurut saya. Kenapa ? Mereka mempertanggungjawabkan
pendidikan anak-anaknya sampai sarjana, semua anak-anaknya. Bukan hanya
mempertanggungjawabkan pendidikan anak-anaknya sampai sarjana, akan tetapi,
kami diarahkan untuk memilih apa yang menjadi minat kami. Seperti yang
dilakukan oleh kedua orangtua saya pada adik saya, anak ke-4, yaitu Yosepha.
Yosepha memiliki cita-cita ingin menjadi dokter. Orangtua saya tidak
tanggung-tanggung mengarahkannya langsung pada fakultas kedokteran, bukan pada
STIKES yang hanya 3 tahun. Padahal saat saya masih dalam pendidikan kuliah.
Bisa kalian bayangkan uang orangtua saya berapa ? Bisa kalian bayangkan uang
yang ada pada orang tua saya hanya lewat begitu saja. Sedih memang. Tapi
orangtua saya mengambil resiko itu.
Akan tetapi, di balik kebaikan orangtua saya, ada satu
sifat dari (mungkin) semua orangtua punya, yaitu membanding-bandingkan anaknya.
Membanding-bandingkan anaknya ? Ketujuh anaknya ? Hahaha. Lucu tapi menyakitkan
buat saya. Mengingat saya dibanding-bandingkan dengan kakak-kakak saya yang
pertama dan kedua. Tahukah kalian bahwa terkadang menyebalkan mempunyai dua
kakak yang pintar dan IQ-nya diatas rata-rata ? Yap, itu yang saya rasakan.
Apalagi adik saya, anak ke-4 dan ke-5 ternyata juga superior dan mereka
membuktikannya dengan sewaktu SMP mereka masuk kelas akselerasi. Sedangkan saya
? Saya mungkin tidak terlalu pintar dalam pelajaran. Bukan tidak terlalu
pintar, orangtua saya menyebut saya malas. Hahaha, iya memang saya orang yang
malas. Saya sangat malas untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan itu saya lakukan
dari mulai SD. Hehehehe. Malas adalah salah satu kekurangan saya, di SMA, saya
mengubah itu semua. Caranya ? Saya akan bertanya tugas mana yang deadlinenya
pada keesokan hari, itulah yang akan saya garap malamnya. Dan saya sangat
berbakat dalam deadline. Ide selalu muncul pada waktu deadline. Hahahaha. Di
samping itu, saya punya bakat yang lain. Dulu waktu TK, saya pernah mengikuti
lomba nyanyi, tapi tidak menang. Saya kesal pada diri saya sendiri, kenapa ?
Karena menurut saya, mereka yang juara suaranya tidak lebih bagus dari suara
saya. Hehehehe. Dan karena itu, saya meminta orangtua saya agar mengembangkan
bakat dan minta saya di bidang olah vokal dengan les vokal. Sekitar 3 bulan
saya les vokal, akhirnya saya kembali mengikuti lomba nyanyi. Waktu itu saya
kelas 1 SD. Lomba nyanyi itu diadakan oleh suatu toserba di kota saya, dan saya
menang, juara 1. Hehehe. Bangga dan senang bercampur aduk. Sesudah itu saya
selalu melatih vokal saya sendiri dan mengikuti setiap lomba vokal. Berbagai
penghargaan saya raih. Saya buktikan pada orangtua saya, walaupun saya malas,
saya mempunyai minat yang tinggi di bidang seni. Yang saya tau, bila manusia
mempunyai minat dan bakat di bidang seni adalah salah satu ciri orang ber-IQ
tinggi, jadi saya sama juga dengan kakak-kakak dan adik-adik saya. Hehehe.
Selain itu, sewaktu SMA juga saya kembali membanggakan orangtua saya dengan
menjadi penyiar radio komersil di kota saya. Terkenal dan banyak pendengar yang
suka dengan suara saya jika saya siaran. Hihihihi, itu sangat membanggakan
orang tua saya, karena setelah itu saya mendapatkan berbagai tawaran MC di beberapa
acara. Tapi itu hanya berlangsung selama 2 tahun, karena saya harus fokus pada
ujian akhir saya di SMA. Dari cerita saya bisa saya simpulkan bahwa; semua
orang unik dengan caranya sendiri. Jangan pernah menyerah karena omongan orang
lain, buatlah semua omongan buruk itu sebagai ‘suplemen’ penyemangat untuk
membuktikan bahwa kamu bisa lebih dari apa yang orang kira tentang kita. Cuci
dan beli semua hinaan orang dengan semangat, positive thinking, dan prestasi
kalian tentunya. Hehehe, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar